1.
PENGERTIAN
DAN KONSEP DASAR TUNA RUNGU
Banyak istilah
yang sudah kita kenal untuk anak yang mengalami kelainan pendengaran, misalnya
dengan istilah : “Tuli, bisu, tunawicara, cacat dengar, kurang dengar, ataupun
tunarungu”. Istilah-istilah dan pandangan tersebut tidak semuanya benar, sebab
pengertiannya masih kabur dan tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Istilah lain yang sekarang lazim digunakan dalam dunia pendidikan khususnya
pendidikan luar biasa adalah tunarungu.
Istilah
tunarungu diambil dari kata “Tuna” dan “Rungu”. Tuna artinya kurang dan Rungu
artinya pendengaran. Orang atau anak dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu
mendengar atau kurang mampu mendengar suara.
Orang tuli
adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses
informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat
bantu mendengar. Sedangkan seseorang yang kurang dengar adalah seseorang yang
biasanya dengan menggunakan alat bantu mendengar, sisa pendengarannya cukup
memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran.
Andreas
Dwidjosumarto dalam seminar ketunarunguan di Bandung (1988) mengemukakan ”Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu
keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat
menangkap berbagai perangsang terutama melalui indera pendengaran”.
Dari beberapa
pendapat para ahli tersebut ternyata didasarkan pada beberapa sudut pandang,
ada yang melihat dari segi pedagogis dan medis, ada yang berdasarkan
pengelompokkan dengan batas yang telah ditentukan secara internasional, ada
pula yang mengelompokkan tetapi tidak menentukan batas kehilangan kemampuan
mendengarnya namun menjelaskan secara gamblang bahwa seseorang yang dalam
kondisi tertentu dikatakan tunarungu.
Dari beberapa
batasan yang dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian anak tunarungu, maka
dapat disimpulkan bahwa pengertian tunarungu adalah seseorang yang mengalami
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya
yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat
pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam
kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara
kompleks.
Dampak terhadap
kehidupannya secara kompleks mengandung arti bahwa akibat ketunarunguan maka
perkembangan anak menjadi terhambat, sehingga menghambat terhadap perkembangan
kepribadian secara keseluruhan misalnya perkembangan inteligensi, emosi dan
sosial.
Yang perlu
diperhatikan dari ketunarunguan ialah hambatan data berkomunikasi, sedangkan
komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
Kenyataan bahwa anak tunarungu tidak dapat mendengar membuatnya mengalami
kesulitan untuk memahami bahasa yang diucapkan oleh orang lain., dan karena
mereka tidak dapat mengerti bahasa secara lisan atau oral maka mereka tidak
dapat bicara jika mereka tidak dilatih bicara.
Ketidakmampuan
bicara pada anak tunarungu merupakan ciri khas yang membuatnya berbeda dengan
anak normal. Yang dapat memungkinkan anak tunarungu dapat berbicara dan
merupakan faktor mendasar ialah pengenalan terhadap apa yang bisa memungkinkan
belajar berbicara dari orang disekelilingnya. Mereka harus mengerti bahasa yang
diucapkan oleh orang lain. Mereka juga tahu jika berbicara adalah hal yang
sangat berguna dalam kehidupannya walaupun hal tersebut memerlukan latihan
dalam waktu yang cukup lama. Untuk itu para pendidik perlu memberikan
pengertian kepada orangtua bahwa anak tunarungu perlu mengerti dulu bahasa
sebelum mereka belajar berbicara.
Anak yang normal
pendengarannya memahami bahasa melalui pendengarannya dalam waktu
berbulan-bulan sebelum mereka mulai berbicara. Orang yang mendengar pun memerlukan
waktu untuk mengerti bicara orang lain. Apalagi anak tunarungu untuk memahami
bahasa tidak selancar anak mendengar, dan untuk memahami bicara harus melalui
tahapan-tahapan latihan tertentu.
Akibat kurang
berfungsinya pendengaran, anak tunarugu mengalihkan pengamatannya kepada mata,
maka anak tunarungu disebut sebagai “Insan Pemata”. Melalui mata anak tunarungu
memahami bahasa lisan atau oral, selain melihat gerakan dan ekspresi wajah
lawan bicaranya mata anak tunarungu juga digunakan untuk membaca gerak bibir
orang yang berbicara. Pada anak mendengar hal tersebut tidak terlalu penting,
tetapi pada anak tunarungu untuk dapat memahami bahasa sangatlah penting.
Dengan alasan tersebut anak tunarungu lebih banyak membutuhkan waktu. Berapa
banyak waktu yang dibutuhkan oleh anak tunarungu untuk belajar memahami bahasa
orang lain dan untuk belajar berbicara. Hal ini tergantug kepada kemampuan
masing-masing individu serta bantuan dari orang-orang disekelilingnya.
Kelainan
pendengaran atau ketunarunguan secara fisik tidak terlihat dengan jelas jika
dibandingkan dengan tunanetra dan tunadaksa. Hal ini kadang-kadang
menguntungkan tetapi kadang-kadang teka-teki bagi orang yang tidak ada
hubungannya dengan anak tunarungu, sehingga sering kali menimbulkan sikap yang
merugikan, menyakiti atau bersikap kejam terhadap anak.
2.
FAKTOR
PENYEBAB TUNARUNGU
Secara
umum penyebab ketunarunguan dapat terjadi sebelum lahir (prenatal) ketika lahir
(natal) dan sesudah lahir (post natal). Banyak para ahli mengungkap tentang
penyebab ketulian dan ketunarunguan, tentu saja dengan pandang yang berbeda
dalam penjabarannya.
Trybus
(1985) mengemukakan enam penyebab ketunarunguan pada anak di Amerika Serikat
yaitu :
a.
Keturunan
b.
Campak Jerman dari pihak ibu
c.
Komplikasi selama kehamilan dan
kelahiran
d.
Radang selaput otak (meningitis)
e.
Otitis media (radang pada bagian telinga
tengah)
f.
Penyakit anak-anak, radang dan luka-luka
Dari
hasil penelitian, kondisi-kondisi tersebut hanya 60% penyebab dari kasus-kasus
ketunarunguan pada masa anak-anak.
Meskipun sudah banyak alat-alat diagnose yang canggih, namun masih belum dapat menentukan
penyebab ketunarunguan yang 40% lagi. Dan ternyata campak Jerman dari pihak
ibu, keturunan, komplikasi selama kehamilan dan kelahiran adalah penyebab yang
lebih banyak.
Untuk
lebih jelasnya factor-faktor penyebab ketunarunguan dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
1.
Faktor dalam diri anak
1) Disebabkan
oleh faktor keturunan dari salah satu atau kedua orangtuanya yang mengalami
ketunarunguan,
2) Ibu
yang sedang mengandung menderita penyakit Campak Jerman (Rubella),
3)
Ibu yang sedang mengandung
menderita keracunan darah atau Toxaminia.
2.
Faktor luar diri anak
1) Anak
mengalami infeksi pada saat dilahirkan atau kelahiran. Misal, anak terserang
Herpes Implex,
2) Meningitis
atau radang selaput otak,
3) Otitis media (radang
telinga bagian tengah),
4) Penyakit
lain atau kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerusakan alat pendengaran bagian
tengah dan dalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar